Cerita Pelangi

Jumat, 02 Juli 2010
Yang datang setelah titik air usai berbincang.
Setiap sambutan mega mendung melintang pulang.
Berlengkung dalam tarian indah rupawan,
mencolok warna-warni pakaiannya cemerlang bertebaran.

Laksana anak gadis akan menikah,
engkau semerbakan karisma megah.
Kau tak berhujung dan berpangkal hanya binar.
Sayang Kau tak pernah datang saat gulita berpendar.

Meruyung (2010)

Juntaian Magazine

Dentingan gotri terhias malam-malam sunyi,
mendahului Malaikat Azrael, yang seakan
tercipta tuk hanya mengiringi.
Juntaian magazine terlepas dari tangan
seorang marinir, tiap-tiap mereka
kumandangkan nyanyian getir.
Asap mesiu membumbung gantikan awan
rongrongi paru-paru.

Ratusan ribu kepala terpenggal sia-sia,
-masih banyak sisa tak dihitung-
Menggunduk di tanah lapang merah
terbasahi mata air darah jelata,
terceraian dari tubuh mereka.

Buraian tatapan kosong yang
tersisa untuk hidup,
menerka berapa daun tersisa,
dan terjatuh tertelan retak tanah.

Sungai-sungai teraduk tawa,
tari prajurit, tercampuri
pekat gelontor raung gerimis.
Jemari jendral gemelutukan tak sabar,
menanti para korban terpincang kesakitan.

teriakan unggas bangkai penuhi
liang pekuburan, ratapi
sisa mayat tak termakan,
belulang bercuatan menjeri.
"Sampai kapan kita harus mendengar wangi kematian." Nazar cekikikan.

Seonggok gotri selalu menjadi penyelesaian,
karena gotri tak bisa berunding.
Bumi sudah muak penuh tangis bayi yatim.
Air pun enggan menyesapi darah-darah orang
tak dikenalnya.

Apakah semua berhenti saat jam pun malas berputar?
Semoga bulir peluh pendamai terbalasi.

Meruyung (2010)

Pohon Kasih

Kau sekat antara siang dan malam,
engkaulah sang senja berteduh rupa.
Menyamankan hati orang memandangmu,
begitupun aku.
Percikan sinar temarammu
selalu datang setiap kali aku
membutukan kasihmu diwaktu lemahku.

Setiap manusia berkata bahwa
kasihmu sebanyak air samudera,
atau udara tersengaja kita
telan mentah sepanjang usia.

Mungkin kau lupa atau merasa iba
saat aku terlena disakitku, kau selalu disamping ku
memberi hangat cahaya kasihmu,
walau aku hanya pemberi mudharat kepadamu.

Kata-katamu tenang bagai ayat bermukjizat,
bangkitkan semangat dalam lemahku,
saat keadaan dirimu tak jua tentu.

Tetapi aku tak mengerti ungkapanmu, karena telingaku
sudah tuli akan lintasan jiwamu.
Kesanggupanku hanya mendengarkanmu,
karena makna keluaran hidupku
terlampau parau.

Meruyung (2010)